Letnan Udara Sjamsudin
Noor, Perjuangannya dan Nama Bandara
Muhammad Sjamsudin Noor nama lengkapnya
Dia dijuluki pelopor Airways Indonesia
Anak Desa yang Lahir di Alabio, Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalsel
Gugur di usia
muda sebagai pejuang TNI Angkatan Udara
TIDAK banyak anak muda
yang memilih menjadi penerbang pesawat tempur sebagai profesi di jaman masih
sekarat tahun 1940-an. Dari yang sedikit, nama Muhammad Sjamsudin Noor terpatri
dengan indah. Lahir di Alabio, Amuntai,
Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel tanggal 5 November 1924, Muhammad
Sjamsudin Noor besar di lingkungan keluarga yang taat beragama.
Ayahnya H.Abdul Gaffar Noor dikenal sebagai
salah satu ulama di Alabio pada tahuan 1900-an. Ibunya Hj. Putri Ratna Willis,
juga aktif dikegiatan keagamaan. Ketokohan keduanya, mengantarkan mereka
sebagai sosok yang aktif di pergerakan dan organisasi perjuangan. Tahun 1940-an di masa transisi terbentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS), H. Abdul Gaffar Noor, dipercaya sebagai Kepala
Federasi Kalimantan Tenggara.
“Ayah beliau (Sjamsudin Noor) tokoh ulama
di Kalsel yang juga pernah menjabat Kepala Federasi Kalimantan,” jelas Letkol
Pnb, M. Mukson, Danlanud Syamsudin Noor, Banjarmasin.
Jabatan publik yang di emban sang ayah,
membuat Sjamsudin Noor menghabiskan waktu jauh dari kampung halamannya yang
dikenal sebagai sentra perternakan itik terbesar. Di usia 8 tahun, jenjang
pendidikan dimulai di HIS Batavia Jakarta. Setelah lulus tahun 1939,
melanjutkan sekolah di MULO Bogor, Jawa Barat.
Usai mengenyam pendidikan di sekolah
Belanda, sejak tahun 1942 hingga 1945, Sjamsudin Noor melanjutkan pendidikannya di
AMS Jogjakarta. Kondisi Negara yang masih dalam tekanan penjajah, membuatnya
terpanggil dengan masuk Akademi Militer
di Jogjakarta. Setahun di Akademi Militer, dia memperdalam ilmunya dengan masuk
Sekolah Kejuruan Penerbang.
Prestasi yang bagus, mengantarkan Sjamsudin
Noor terpilih mengikuti program Pendidikan dan Latihan Penerbang di India dan
Burma. Dari sinilah ilmu profesional sebagai penerbang pesawat tempur dan
pesawat angkut dicapai. Tiga tahun menimba ilmu, Sjamsudin Noor langsung
dipercaya menjadi pilot pesawat
penerbangan Indonesia Airways.
Dedikasi dan loyalitasnya sebagai
penerbang, membuat TNI Angkatan Udara memanggilnya untuk memperkuat barisan
penerbang pesawat tempur. Tahun 1950, sepulang dari Burma, Sjamsudin Noor yang
berpangkat Letnan Udara Satu, dipercaya menerbangkan pesawat tempur Dakota 446
milik TNI Angkatan Udara. Sejak itu,
secara resmi Sjamsudin Noor dipercaya memiloti pesawat tempur untuk membela
negara.
Minggu, tanggal 26 November 1950, sekitar
pukul 17.00 WITA. Sjamsudin Noor menjalankan tugas negara menerbangkan pesawat Dakota dari Lapangan
Andir Bandung (sekarang Bandara Husin Sastranegara) menuju landasan pacu
Tasikmalaya Jawa Barat. Di perjalanan, badai dan memburuknya cuaca menjadi
kendala. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya mesin pesawat, membuat Dakota
kehilangan kendali. Pesawat pun jatuh setelah menabrak tebing Gunung
Galunggung, sekitar 15 Kilometer dari Malang Bong, Kecamatan Ciawi,
Tasikmalaya, Jawa Barat.
Angkatan Udara Indonesia berduka. Sjamsudin
Noor wafat di usia muda. Di usia yang baru 26 tahun anak banua ini, dianugerahi
gelar Pelopor Indonesia Airways. Prosesi pemakamannya dilakukan secara militer
di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung, pada tanggal 26 November 1950. Diikuti
tembakan salvo ke udara, TNI AU kehilangan salah satu penerbang muda terbaik
bangsa.
Guna mengenang jasa perjuangannya, tanggal
13 Januari 1970 melalui peran DPRD Kalsel, Pemerintah Daerah dan Pimpinan
Pangkalan Udara mengusulkan agar Lapangan Udara Ulin diganti menjadi Pangkalan
Udara Sjamsudin Noor. “Atas peran dan jasa-jasanya terhadap negara, makanya
bandara ini dinamakan Lanud Syamsudin Noor,” tegas Letkol Pnb M.Mukson,
Danlanud Syamsudin N0or Banjarmasin.
Dipilihnya Sjamsudin Noor sebagai nama
Pangkalan Udara (Lanud), juga melalui proses panjang. Setidaknya ada 3 pilihan
nama pahlawan baik sipil maupun militer yang diusulkan kala itu. Masing-masing
Komodor Udara Supadio, Pangeran Antasari dan Sjamsudin Noor sendiri. Melalui SK
DPRD Kalsel, diputuskan nama Sjamsudin Noor menggantikan Lanud Ulin pemberian
nama dari Belanda dan Jepang. ***
(Disarikan
dari Liputan Program Dokumenter Duta TV Banjarmasin ; Pian Tahulah)