Selasa, 28 Agustus 2012

Jejak Benteng Pengaron



Simbol Perlawanan Tiga Generasi Dalam Perang Banjar

PERANG Banjar meletus dengan dahsyat pada tahun 1850-an. Tiga generasi Pangeran Antasari terlibat dalam perang ini. Berada di front terdepan, membuat kepalanya dihargai 10 ribu gulden oleh kompeni Belanda. Hingga akhir hayatnya, Antasari tidak pernah sekali pun tertipu dengan siasat VOC.
Heroisme Antasari adalah saat menyerbu dan menaklukkan Benteng Pengaron yang saat itu masuk Keresidenan Kayutangi di Kerajaan Banjar. Pada tanggal 25 April 1859, benteng sekaligus lokasi tambang Nassau Oranje milik kompeni, diserbu bersama Panglima Perangnya Demang Lehman.
Mirip Perang Aceh atau Perang Padri, selalu memunculkan sosok penting dari peristiwa genting. Pangeran Antasari berhasil menghancurkan benteng dan menewaskan sejumlah perwira Belanda dalam serbuan ini. Seakan menjadi penyemangat perjuangan Rakyat Banjar, sejak itulah konfrontasi pecah di mana-mana.
Jejak sejarah Perang Banjar ini, tidak menjelma menjadi cerita dongeng belaka. Sebab kekokohan Benteng Pengaron, masih tegak berdiri sampai kini. Untuk menjumpai benteng yang dibangun dari hasil kerja rodi rakyat Banjar, dibutuhkan waktu selama 2,5 jam dari Banjarmasin. Menempuh jalan darat, akses transportasi menggunakan sepeda motor atau mobil menuju ke sana cukup mudah.
Setelah menaiki kendaraan, perjalanan dilanjutkan berjalan kaki menempuh rute pendek sekitar 150 meter.  Di lereng bukit yang landai, gapura dan pilar bangunan benteng sudah terlihat menyambut. Hanya satu ungkapan; betapa kokohnya benteng ini. Meski kondisinya sudah tidak terawat lagi, sisa-sisa kepurbaan bangunan masih bisa dinikmati.
Sejumlah tanaman parasit mengular merayapi hampir seluruh sisi bangunan. Perasaan horor dan mistik muncul saat di sisi bawahnya dijumpai lorong-lorong bawah tanah. Lorong-lorong bawah tanah inilah yang digunakan kompeni mengangkut batubara dan menyiksa rakyat Banjar yang mangkir dari kerjapaksa.
Camat Pengaron Taufiqurrahman yang menyertai Tim Liputan Dokumenter Duta TV ke lokasi, memastikan jika masyarakat Pengaron tidak pernah terdengar ada yang berani masuk ke dalam lorong. Warga setempat yang akrab menyebut lorong bawah tanah dengan sebutan liang, tidak bisa memastikan ada berapa banyak jumlah lorong bawah tanah di Benteng Pengaron.
“Konon lorong bawah tanah ini panjangnya mencapai tiga kilometer dan antar liang saling menembus satu sama lain. Saking panjangnya, lorong bawah tanah ini menghubungkan tiga desa yakni Desa Benteng, Desa Pengaron dan Desa Maniapu,” kisah Camat Pengaron Taufiqurahman.
Jika di depan benteng, pintu masuknya ditumbuhi semak belukar dan akar. Maka di bagian belakang justru sudah tertutup reruntuhan batu dan tanah. Air perbukitan yang jernih, teraduk lumpur saat bongkahan batu menerpa dasar liang. Tinggi dasar hingga atas lorong diperkirakan mencapai 2,5 meter dengan lebar 2 meter.
Gerusan tanah dan bebatuan yang menumpuk di muara lorong, membuat mulut tambang dipenuhi genangan air. Selain itu untuk menuju sisi belakang yang berakses ke anak Sungai Pengaron, dibutuhkan perjalanan esktra. Sebab selain tertutupi semak belukar, beberapa pohon besar masih berdiri.
Di luar benteng, masih dalam kawasan yang sama ditemukan beberapa makam yang dipercaya milik perwira Belanda. Makam-makam yang pernah dibongkar warga, kondisinya tidak terawat lagi. Beberapa di antaranya, justru sudah tenggelam gerusan tanah. Yang tersisa hanyalah bongkahan batu berukuran besar dan memanjang.
Di masa Kerajaan Banjar masih berdiri, Pengaron menjadi salah satu Kewedanan Kayutangi sebagai pusat dagang Belanda. Tetapi sejak kompeni berperilaku culas, Pangeran Antasari menjadikan wilayah ini sebagai basis perang terbuka. Sebuah surat dilayangkan Antasari kepada Kolonel Van Verspyck yang memintanya menyerah.
Bunyinya;”dengan tegas kami terangkan kepada tuan, kami tidak setuju terhadap usul mintan ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka kemerdekaan.” ***

(H.Syarifuddin Ardasa, Executif Produser Program Documenter Duta TV Banjarmasin)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar