PESONA Loksado, sebuah kawasan hijau yang dihuni
ratusan jiwa suku Dayak di perbukitan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
selalu saja menghipnotis yang datang. Di
pinggiran Sungai Amandit, warga Dayak bermukim sambil berladang dan menanam
kayu manis. Sungainya berair deras dan jernih, jeram yang menantang memanjakan
pegiat bambu rafting yang datang.
Pesona lainnya adalah populasi sebaran beragam jenis anggrek.
Salah satu yang terkenal adalah anggrek hitam. Disebut anggrek hitam karena
baluran warna hitam menjulur dan mengitari sisi-sisi pinggir sulur-sulurnya.
Warna pelambang kekuatan ini semakin dominan muncul di tengah kuncup bunga yang
berwarna hijau pekat.
Daunnya yang panjang ditopang bongkol dan akar serabut
yang kuat mencengkram pepohonan atau pot tanah. Anggrek hitam ini tumbuh subur dengan tunas-tunas
aktif bermunculan. Proses berbunganya hanya 8 – 10 hari, setelah itu pesona
mistiknya melayu.
Anggrek hitam atau Coelogyne
Pandurata adalah jenis anggrek alam dari hutan Kalimantan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, tumbuhan
ini dilindungi. Selain di habitatnya perbukitan meratus dengan hutan hujan
tropis, anggrek hitam juga dijual bebas.
Pemasoknya, sekelompok warga yang mengambil bibitnya dari kawasan hutan
lindung Meratus yang membelah empat kabupaten di Kalimantan Selatan. Di
Banjarmasin sendiri, hampir setiap akhir pekan anggrek dan tumbuhan hutan
lainnya dijual bebas di pinggiran Jalan Ahmad Yani, Kilometer 7, Kertak Hanyar.
Tak kurang empat hingga enam mobil pikap yang
menggantung dan memajang tumbuhan ini. Bahkan di Kandangan, Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, pedagang menjualnya secara khusus di Pasar Kambang (pasar tradisional
bunga) yang buka hingga malam hari.
Harganya pun relatif murah antara 15 hingga 20 ribu
rupiah per pohon. Selain jenis anggrek hitam, jenis tebu atau anggrek macan,
anggrek bulan, anggrek sahang hingga anggrek pandan juga ada. Kantong semar
bercorak merah dan hijau kepekatan, juga dijual disini bersama tanaman sarang
semut yang dipercaya Suku Dayak sebagai
obat penangkal kanker.
Meski dijual secara terbuka, namun tak ada tindakan
nyata dari petugas Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Dinas
Kehutanan Kalsel. Para pencari anggrek ini, beberapa di antaranya berasal dari
Suku Dayak. Mereka bersepakat anggrek yang tumbuh menempel di pohon besar tidak
diambil semua, tetapi diliarkan agar tumbuh kembali, sebagai nilai kearifan
agar anggrek tetap lestari. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar