Kamis, 11 Agustus 2011

Jualan Trenggiling

Diburu, dikuliti dan diselundupkan. Perilaku orang kita terhadap hewan pemakan semut atau ant eater dan rayap ini, ternyata sudah berlebihan. Jika dulu hewan ini dipercaya sebagai binatang setan dan hantu karena kerap menghilang meski sudah dikarungkan.  Kini justru diburu dan diperdagangkan, bukan saja di Kalsel tapi hingga Pulau Jawa  bahkan China.

Di Banjarmasin sendiri, aksi brutal pengepul hewan ini terungkap setelah Polres Banjarmasin Selatan dengan Polsus Dinas Kehutanan bekerjasama melakukan penggerebekan. Saat rumah digerebek di kawasan Pekauman, petugas hanya disambut seorang ibu dan balitanya.

Dari ruang dapur dan serambi, 5 unit dispenser pendingin berukuran besar ternyata dipenuhi trenggiling beku. Semuanya sudah dikuliti. Hewan-hewan ini diduga diselundupkan pemburu-pemburu liar dari kawasan hutan Kotabaru dan sebagian dari Hulu Sungai dan Hulu Barito Kalteng.

Penimbunan trenggiling ini mencapai  berat 1,5 ton dengan jumlah mencapai 340 ekor. Konon daging-daging hewan ini di ekspor ke China sebagai bahan obat paru-paru dan jantung. Sedangkan sisiknya dijadikan bahan kosmetik. Untuk seekor Trenggiling atau dagingnya dihargai sebesar 200 ribu rupiah. Harganya semakin mahal mencapai 400 ribu rupiah jika dalam keadaan hidup. Sedangkan sisiknya mencapai 350 ribu rupiah per kilogram.

Sebenarnya hewan ini dilarang diburu apalagi diperdagangkan. Sesuai Undang-undang RI Nomor 5/1990, Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 17/1999, bagi pelakunya diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Trenggiling sendiri ditemukan seseorang bernama Desmarest pada  tahun 1822 dan merupakan wakil dari ordo Pholidota yang masih ditemukan di Asia Tenggara.  Tubuhnya lebih besar dari kucing. Berkaki pendek, berekor panjang dan berat. Hewan ini unik karena sisiknya yang tersusun layaknya genting rumah.  Sisik pada bagian punggung dan bagian luar kaki berwarna cokelat terang. Binatang berambut sedikit itu tidak mempunyai gigi. 

Untuk memangsa makanannya yang berupa semut dan serangga, trenggiling menggunakan lidah yang terjulur dan bersaput lendir.  Panjang juluran lidahnya dapat mencapai setengah panjang badan. 

Siang hari trenggiling tidur di dalam tanah. Sarang ini biasanya dibuat sendiri atau merupakan bekas sarang binatang lain yang tidak lagi ditinggali.
Guna melindungi diri dari serangan musuh, trenggiling menyebarkan bau busuk. Ia memiliki zat yang dihasilkan kelenjar di dekat anus yang mampu mengeluarkan bau busuk, sehingga musuhnya lari.

Musuh trenggiling adalah anjing dan harimau.  Binatang unik itu berkembang biak dengan melahirkan. Hanya ada satu anak yang dilahirkan seekor trenggiling betina. Lama buntingnya hanya dua sampai tiga bulan saja. Jika diganggu, trenggiling akan menggulungkan badannya seperti bola. Ia dapat pula mengebatkan ekornya, sehingga "sisik"nya dapat melukai kulit pengganggunya.

Trenggiling yang hidup di tanah mempunyai ekor berotot kuat. Panjangnya kira-kira sama dengan tubuhnya dan seluruhnya bersisik. Trenggiling yang hidup di pohon mempunyai ekor yang lebih panjang dari tubuhnya.  Pada ujung ekor itu terdapat bagian yang gundul. Ekor digunakan sebagai lengan untuk berpegang waktu memanjat pohon. Binatang tersebut memakan semut, telur semut, dan rayap.

Untuk menggantikan fungsi gigi, lalu ia akan memakan kerikil untuk melumatkan makanannya. Meski begitu lambungnya tidak rusak karena  karena lambung trenggiling telah dilapisi oleh epitel pipih berlapis banyak dan mengalami keratinisasi cukup tebal.  Epitel yang mengandung keratin ini akan melakukan adaptasi terhadap jenis makanan keras. Gesekan mekanik antara rangka semut atau rayap yang dimakan dapat diminimalisir dengan adanya keratin tersebut. (***)

(Disarikan dari Liputan Penggerebekan Pengepul Trenggiling di Kelayan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar