Rabu, 10 Agustus 2011

Manyundak Anak Dayak

SUKU Dayak merupakan salah satu bagian historis munculnya peradaban kehidupan di Kalimantan Selatan.  Menetap di kawasan perbukitan, ada belasan suku yang hidup rukun hingga sekarang. Salah satu yang terkenal adalah Dayak Loksado di Kabupaten Hulu Sungai Selatan atau enam jam perjalanan dari Kota Banjarmasin.
Keteguhan sekitar 240 warganya yang masih memegang tradisi budaya dengan menjadikan hutan, air dan udara sebagai bagian kehidupan yang harus dijaga, setidaknya menjadi inspirasi bagi kita. Bermukim di perbukitan Meratus, suku ini terkenal sangat arif dalam bersikap terhadap alam sekitarnya. 
Hutan menghijau, air yang jernih hingga populasi flora dan fauna tumbuh dengan baik di sini. Sejak kecil anak-anak Dayak sudah diajari bersikap survival di dalam hutan. Berburu menjadi pelajaran utama. Salah 
satunya adalah Manyundak atau berburu ikan di Sungai Amandit.
Peralatannya adalah goggle atau teropong yang terbuat dari sandal jepit yang diitutup kaca dan dilem agar bisa menutupi mata saat menyelam. Senjatanya berupa sundak atau panah yang  dibuat dari besi lancip dengan gagang kayu. Sebagai pelontarnya dipasangi karet untuk membidik sasaran.
Dengan alat rakitan sendiri, anak-anak Dayak disini biasanya menenggelamkan wajahnya untuk membidik ikan yang bersembunyi di balik bebatuan. Jika sasaran terlihat, panah pun diarahkan. Ikan-ikan pun menggelepar ditembus sundak.  Memang tak mudah mencari ikan di arus deras. Selain populasinya sedikit, ukuran ikannya pun kecil-kecil.
Warga setempat menyebut ikan ini Katitipal dan Buin, yang memang sangat digemari warga Desa Pantai Kipas, Loksado. Perburuan diakhiri setelah butah atau tas ransel suku Dayak sudah terisi ikan. Kehidupan di hutan yang terkadang nomaden, membuat anak-anak ini terampil untuk memasak nasi atau mahumbal dan memasak ikan buruan atau manyuman.
Mereka memasak diluar pakem, karena peralatannya bukan menggunakan panci tetapi menggunakan bambu beruas panjang dan berdiameter tipis sebagai  alat memasak. Bambu ini biasa disebut paring buluh. Ikan atau beras yang sudah dibersihkan, dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dilapisi daunpisang.
Bersama air sungai dan sedikit rempah-rempah, bambu ini pun dimasak/dipanggang di atas api. Prosesi ini tak jauh beda dengan membuat penganan lemang atau lamang. Setelah setengah jam, nasi dan ikan pun masak dan dihidangkan.
Bagi anak-anak Dayak ini, sikap bertahan hidup di hutan sudah sejak kecil diperkenalkan orang tuanya. Tujuannya agar interaksi dan kearifan mereka terhadap hutan dan lingkungannya tetap terjaga.  Jika mereka bisa bagaimana dengan Anda??? (*)

Disarikan dari hasil liputan program Reportase Minggu di  Transtv=)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar